Eceng gondok potensial sebagai briket.
Pemerintah Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, kewalahan menghadapi “serangan” eceng gondok. Eichhornia crassipes itu menutup dua per tiga permukaan Danau Kerinci seluas 5.000 m2. Akibatnya cahaya matahari tidak bisa menembus air sehingga menghambat fotosintesis fitoplankton yang memproduksi oksigen. Efeknya populasi ikan di danau vulkanik sedalam 110 meter itu merosot.
Eceng gondok yang mati mengendap di dasar danau dan mempercepat pendangkalan, selain mengganggu transportasi air. Berbagai upaya penanggulangan seperti penyemprotan herbisida hingga memindahkan langsung tanaman berakar serabut itu tak membuahkan hasil. Akhirnya pemerintah menggunakan musuh alami eceng gondok yaitu ikan graskarp Ctenopharyngodon idellus.
Briket
Akibat penebaran 47.800 ikan graskarp ke danau, populasi eceng gondok memang tinggal 5%. Sayang, upaya itu berdampak buruk. Biota danau yang bermanfaat seperti udang air tawar, ikan seluang, siput, dan ikan kepala timah ikut berkurang populasinya. Pemerintah daerah setempat kembali memutar otak untuk mengendalikan tanaman anggota Butomaceae itu tanpa mempengaruhi ekosistem danau.
Barang kali pemerintah Kabupaten Kerinci bisa mempertimbangkan ide Djeni Hendra. Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor, Jawa Barat, itu mengubah eceng gondok menjadi briket. Hasil risetnya, daya bakar briket eceng gondok buatan Djeni mencapai 3.061 kalori per gram. Itu hanya sedikit di bawah kayu bakar, yang rata-rata 4.000 kal per g.
Mula-mula Djeni mengeringkan terlebih dahulu kelipuk—sebutan eceng gondok di Palembang—di bawah sinar matahari hingga kadar airnya kurang dari 5%. Selanjutnya ia mencacah kasar kelipuk kering hingga berukuran 5 cm. Ia lantas mengarangkan cacahan-cacahan kasar itu dalam berbagai suhu. Proses karbonisasi eceng gondok untuk briket terbaik menurut riset A Rasyidi Fachry dan rekan dari Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya pada suhu 400°C.
Rasyidi mengarangkan tanaman tak berbatang itu dalam oven dengan variasi suhu 300°C, 400°C, 500°C, dan 600°C selama 15 menit. Menurut Rasyidi, dalam suhu 300°C, eceng gondok belum terarangkan sempurna sehingga nilai kalori rendah. Sementara di suhu 400—600°C, arang eceng gondok terkarbonisasi penuh tetapi kadar abu justru meningkat. Jika abu terlalu banyak, nilai kalori juga turun.
Serbuk dan arang
Djeni menghancurkan arang eceng gondok menjadi serbuk, lalu mengayak dengan saringan 20 mesh. Selanjutnya ia memadatkan serbuk dan arang eceng gondok dengan perbandingan 1:1 menjadi briket. Periset itu menggunkan perekat tepung tapioka sebanyak 12,5%. Tujuan perekatan untuk menghasilkan briket yang kompak dan padat.
Perhitungan Djeni, nilai kalori bakar briket itu sebesar 3.061 kalori per g, keteguhan tekan 6,60 kg per m, kadar karbon terikat 38,30%, kadar air 6,40%, dan kadar abu sebesar 13,40%. Hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kadar abu, semakin tinggi suhu pengarangan, kadar abu briket semakin meningkat. Menurut Dr Ir Supriyanto, pakar energi terbarukan di Departemen Silvikultur, Institut Pertanian Bogor, sejatinya nilai kalori briket eceng gondok murni kurang dari standar.
“Standarnya nilai kalori batubara muda yang mencapai 4.000 kalori per g,” ujarnya. Agar nilai kalori briket tanaman berbunga majemuk itu bisa mencapai standar, perlu penambahan bahan lain yang mengandung lignin, seperti serbuk gergaji atau kayu lamtoro Leucaena leucocephala. “Semakin tinggi ligninnya, maka nilai kalori juga semakin tinggi,” ujar Supriyanto.
Menurut Supriyanto semua material organik termasuk rumput sekalipun berpotensi sebagi briket. Kadar selulosa eceng gondok terbilang tinggi, hingga 64,5%. Sementara kadar selulosa serbuk gergaji yang kerap dijadikan bahan briket 45—48%. Menurut Supriyanto, kadar selulosa mempengaruhi nilai kalori. “Semakin tinggi kadar selulosa maka nilai kalori semakin rendah,” ujar peneliti senior di lembaga penelitian Biologi Tropika (SEAMEO Biotrop), Bogor, itu.
Sementara itu A Rasyidi Fachry mengombinasikan 55% tanaman yang ditemukan ahli botani berkebangsaan Jerman, Carl Friedrich Philipp von Martius itu dengan 45% batubara. Hasilnya nilai kalori terkatrol menjadi 5.666 kalori per g, dengan kadar air 5,3%, kadar karbon padat 50,6%, kadar abu 18,2%, dan kadar zat terbang 27,1%. Menurut Djeni, pemanfaatan limbah seperti eceng gondok sebagai bahan bakar nabati memberi banyak keuntungan secara langsung.

Dr Ir Supriyanto “Semua material organik termasuk rumput bisa menjadi bahan baku briket. Tinggal ekonomis atau tidak”
Keuntungan itu antara lain peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan, karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Selain itu penghematan biaya, karena sering kali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya.
Faedah lain pengolahan eceng gondok menjadi briket, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah. Sebab penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan. Dengan demikian eceng gondok pun tak bikin gondok alias mendongkol. (Bondan Setyawan)
Sumber : t r u b u s – o n l i n e . c o . i d